Sabtu, 30 Juni 2007

SERANGGA PREDATOR





Oleh: Herminanto, Fakultas Pertanian UNSOED, Purwokerto
Filum Arthropoda sebagian berperan sebagai mangsa dari sejumlah hewan predator yang terdiri atas arthropoda lain dan spesies bukan arthropoda. Ikan dan kadal memangsa nyamuk, katak besar mengkonsumsi scarabidae, burung mynah memakan belalang, itik memakan wereng dsb. Ikan Gambusia affinis misalnya, telah luas digunakan di berbagai tempat di dunia untuk mengendalikan larva nyamuk.
Beberapa arthropoda predator menggunakan alat mulut untuk menggigit dan mengunyah mangsanya, seperti mantidae, capung, dan kumbang buas. Lainnya seperti Hemiptera, larva Neuroptera, lalat dan tungau tertentu, menggunakan alat mulut pencucuk dan pengisap untuk mengkonsumsi cairan tubuh mangsa.

Sebagian predator nampak gesit, pemburu yang rakus, secara aktif mencari mangsa di tanah atau pada vegetasi, seperti dilakukan oleh kumbang buas, serangga sayap jala (lacewing) dan tungau, atau menangkap mangsa ketika terbang seperti dilakukan oleh capung (dragonfly) dan lalat perompak (robberfly). Lalat predator lain, Ischiodon scutellaris, larvanya bertindak sebagai predator dan dewasa hidup mengonsumsi nektar.
Kebanyakan spesies bersifat predator pada stadia muda maupun dewasa, namun ada yang menjadi predator pada stadia larva saja, sedangkan imago mengkonsumsi madu atau lainnya. Adapula spesies bukan predator terutama betina, mencari mangsa untuk larvanya dengan meletakkan telur di dekat mangsa, karena larva sering tidak dapat mencari pakan sendiri. Lalat syrphidae misalnya, meletakkan telur di dekat koloni aphids yang berguna sebagai sumber makanan saat telur menetas menjadi larva yang buta dan tidak berkaki.

COLEOPTERA
Ordo Coleoptera yang dikenal sebagai bangsa kumbang memiliki anggota yang sebagian bertindak sebagai predator. Famili yang menjadi predator antara lain: Coccinellidae (dikenal sebagai lady beetles, lady birds, atau kumbang buas), Shilphidae, Staphylinidae, Histeridae, Lampyridae, Cleridae, Cantharidae, Meloidae, Cincindelidae, Carabidae, Dysticidae, Hydrophilidae, dan Gyrinidae. Coccinelidae dan Carabidae dipandang sebagai agen pengendali hayati penting serangga hama tanaman.
Coccinellidae. Famili ini sudah banyak yang berhasil digunakan sebagai musuh alami di daerah tropik maupun subtropik.

Predator Chilomenes sexmaculatus F.
Musuh alami merupakan salah satu komponen dalam pengendalian hama terpadu (PHT), sehingga penelitian pemanfaatan musuh alami (predator, parasitoid dan patogen) sangat penting untuk mendukung keberhasilan pengendalian hama tanaman yang berwawasan lingkungan.
Menurut Kalshoven (1981) musuh alami ini termasuk kumbang buas dari famili Coccinellidae dan ordo Coleoptera, imago berwarna merah dengan becak hitam melintang pada bagian elitra. Predator tersebut panjangnya 5-6 mm, tersebar luas di daerah tropik. Larva mencapai panjang 8 mm, berwarna hitam kecoklatan dengan garis kuning melintang di bagian abdomen dan terdapat empat baris setae. Imago tertarik cahaya matahari dan sering mengunjungi bunga yang sedang mekar. Perkembangan dari telur sampai dewasa mencapai 18-24 hari. Di Jawa predator tersebut ditemukan pada tanaman pertanian yang banyak afisnya, sangat rakus terhadap mangsanya dan bila tidak menemukan mangsa mereka kadang-kadang mengkonsumsi polen. Perkembangan mencapai 12-14 hari apabila diberi mangsa Astegopterix sp., kutu tanaman yang menjadi hama pada tanaman kelapa. Betina meletakkan telurnya sampai berumur sekitar 3,5 bulan dengan jumlah telur total mencapai 3.000 butir.
Predasi, dalam arti luas merupakan cara hidup binatang dan dalam arti khusus merupakan pola hidup serangga pemangsa termasuk C. sexmaculatus. Beberapa keberhasilan pengendalian hayati hama tanaman pertanian adalah melalui pemanfaatan predator. Menurut Holling (1961), terdapat lima komponen hubungan antara predator dan mangsa yaitu :
1. Kepadatan mangsa
2. Kepadatan predator
3. Keadaan lingkungan, seperti adanya makanan alternatif
4. Sifat mangsa, misalnya mekanisme mepertahankan diri dari serangan pemangsa
5. Sifat predator, misalnya cara menyerang mangsa.
Penggunaan predator sebagai agen hayati pengendalian hama tanaman memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan cara pengendalian lainnya karena aman, permanen dan ekonomis. Keamanan dari pemanfaatan predator merupakan faktor penting, sebab banyak musuh alami bersifat spesifik (khusus) terhadap mangsa tertentu. Oleh sebab itu tidak mungkin spesies bukan sasaran akan dipengaruhi oleh predator, seperti pada penggunaan pestisida yang berspektrum luas.
Penggunaan predator juga relatif premanen, karena hampir tidak mungkin predator melakukan eradikasi suatu spesies terutama mangsa. Ketika mereka merasa kenyang, perburuan dan penangkapan mangsa akan berhenti. Musuh alami yang efisien memberikan pengaruh pada fuktuasi populasi mangsa tanpa adanya campur tangan manusia. Sekali predator mapan di suatu tempat maka untuk jangka lama mereka secara alami mengendalikan populasi mangsanya.
Predator sebagai salah satu musuh alami hama dalam pemakaiannya juga dapat dipandang ekonomis, bila ditemukan predator yang efisien maka tidak banyak tindakan yang dilakukan, sedangkan penyemprotan pestisida sering dilakukan secara rutin dengan tambahan biaya, waktu dan tenaga. Predator yang sudah mapan mampu mencari mangsa sendiri di alam.
Kelemahan kecil pemanfaatan predator adalah perlunya waktu cukup lama untuk mendapatkan predator yang efektif sebagai agen hayati pengendalian hama tanaman. Pengendalian hayati menggunakan predator membutuhkan penelitian yang kompleks dan melibatkan kaitan antara pemangsa, mangsa (hama) dan tanaman inang dari mangsa.

Pengelolaan predator C. sexmaculatus
Secara umum terdapat tiga cara dalam melaksanakan pemanfaatan musuh alami dengan predator yaitu :
1. Konservasi dan peningkatan predator yang telah tersedia dengan manipulasi lingkungannya.
2. Impor dan kolonisasi predator terhadap hama asli atau pendatang.
3. Pembiakan dan pelepasan masal predator yang meliputi augmentasi dan inokulasi inundatif (Stehr, 1982).
Predator ini dengan sifat yang dimilikinya tidak dapat mencegah semua kerusakan akibat serangan hama tanaman, karena hubungan dengan hama sebagai mangsa cenderung berfluktuasi, bahkan ia tidak dapat menurunkan populasi mangsa sampai titik nol.

Perkembangan dan Respon Fungsional Predator terhadap Mangsa
Di alam predator ini berkembang sejalan dengan perkembangan mangsa. Setelah kopulasi beberapa jam kemudian betina meletakkan telur-telurnya secara kelompok di sekitar bagian tanaman dimana mangsa atau afis banyak dijumpai. Telur yang menetas menjadi larva instar 1 yang masih sedikit mengkonsumsi mangsa. Semakin lama semakin besar dan mencapai 4 instar. selanjutnya larva instar akhir akan mencanari tempat untuk pupasi. Beberapa hari kemudian imago muncul (Kalshoven, 1981; Luff, 1983; Ricklefs, 1977).
Hubungan saling tergantung antara pemangsa (predator) dan mangsa merupakan salah satu sifat pemangsa yang dikehendaki. Di alam, banyaknya mangsa di suatu tempat dalam kurun waktu tertentu jarang sekali statis melainkan mengalami fluktuasi. Kelimpahan mangsa akan menarik minat predator untuk datang dan tinggal di tempat tersebut.
Tanggapan predator terhadap perubahan populasi mangsa menurut Solomon (1949 dalam Herminanto, 1999) dapat berupa 1) tanggapan fungsional yaitu perubahan banyaknya mangsa yang dikonsumsi oleh satu individu pemangsa pada kondisi populasi mangsa yang berbeda dan 2) tanggapan numerik yaitu perubahan kepadatan populasi pemangsa pada kepadatan populasi mangsa yang berlainan. Karakteristik kedua tanggapan tersebut menunjukkan efektifitas suatu pemangsa dalam mengendalikan populasi mangsanya. Lebih lanjut New (1991) memerinci respon fungsional menjadi empat tipe. Tipe I khas terjadi pada binatang avertebrata air yang makan plankton dan jumlah plankton yang dimakan merupakan proporsi langsung dari kelimpahan plankton di sekitarnya. Tipe II (parabolik) khas untuk pemangsa arthropoda yang menunjukkan adanya peningkatan pemangsaan dengan bertambahnya jumlah mangsa yang tersedia. Tipe III menggambarkan hubungan jumlah mangsa tersedia dan yang dimakan dalam bentuk kurva sigmoid. Tipe IV menunjukkan penurunan laju predasi pada kepadatan populasi mangsa tinggi. Hassell (1966) mengemukakan bahwa banyak serangga predator cenderung sebagai pemangsa dengan tipe III. Kajian respon fungsional sangat berarti untuk mendeteksi mekanisme dinamika populasi mangsa di lapangan. Respon fungsional dapat juga menunjukkan bahwa predator menjadi faktor mortalitas yang bersifat bergantung kepada kepadatan terhadap mangsa. Suatu calon agensia pengendali hayati hama harus memiliki respon fungsional yang kuat terhadap mangsanya. Kepadatan populasi predator C. sexmaculatus dan mangsanya yaitu kutu daun jagung Rhopalosiphum maidis Fitch.

Tanggapan fungsional dianalisis dengan melakukan estimasi banyaknya mangsa yang dikonsumsi dengan menggunakan formula Holling (1959 dalam Herminanto, 2000) yaitu :
Ne = {a'TtNt/(1+a'ThNt)}
Ne = estimasi jumlah kutu tanaman yang dikonsumsi, a’ = laju pemangsaan, Th = waktu memangsa, Tt = total waktu memangsa, dan Nt = jumlah afis yang disediakan.

DAFTAR PUSTAKA
Hassell, M. P., 1966. Evaluation of Parasite or Predator Responses. J. Anim. Ecol. 35 : 65-75.
Herminanto, 1999. Respon Fungsional dan Perkembangan Predator Coelophora inaequalis Thunb. Sebagai Musuh Alami Kutu Tanaman Aphis craccivora Koch. Lap. Penel. Fak. Pertanian Unsoed. Purwokerto. 45 hal.
Herminanto. 2000. Perkembangan dan Model Tanggapan Predator Chilomenes sexmaculatus F. terhadap Kutu Tanaman Jagung Rhopalosiphum maidis Fitch. Lap. Penel. Fak. Pertanian Unsoed. Purwokerto. 53 hal.
Holling, C. S., 1961. Principles of Insect Predation. Ann. Rev. Entomol. 6 : 163-182.
Kalshoven, L. G. E., 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised and Translated by P. A. van der Laan. PT Ikhtiar Baru van Hoeve. Jakarta. 702 pp.
Luff, M. L., 1983. The Potential of Predators for Pest Control. Agriculture, Ecosystem and Environment 10 : 159-181.
New, T. R. 1991. Insects as Predators. New South Wales University Press. Kensington. 177 pp.
Ricklefs, R. E., 1977. Ecology. Chiron Press. New York.
Stehr, F. W., 1982. Parasitoids and Predators in Pest Management. Hal. 135-174. Dalam Metcalf, R. L. and W. H. Luckmann (Eds.). Introduction to Insect Pest Management. Second edition. John Wiley and Sons Inc. New York.

1 komentar:

Jauhar IPB mengatakan...

sekarang ini nyaris sudah sangat jarang kita tamukan di lapangan,srangga -serangga predator ini,kemana mereka ya?